KENAPA BANYAK PAUS YANG TERDAMPAR AKHIR-AKHIR INI?

Perairan Indonesia merupakan salah satu habitat dan juga merupakan jalur migrasi berbagai jenis spesies mamalia dari Marga Cetacea (paus dan lumba-lumba) dan Sirenia. Paus merupakan salah satu anggota kelompok hewan akuatik yang sering terdampar di pantai-pantai Indonesia. Fenomena paus terdampar merupakan fenomena yang memprihatinkan di Indonesia. Berita paus terdampar terjadi di perairan Banyuwangi, Jawa Timur. Paus yang terdampar di Pantai Warudoyong, Bulusan, Banyuwangi, Jawa Timur merupakan jenis paus sperma (Physeter macrocephalus) dengan panjang 16,5 meter. Menurut Petugas Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Bali Wilayah Kerja Banyuwangi menyatakan bahwa penyebab paus terdampar adalah karena kerusakan pada sensor system navigasi alamiah paus.

Gambar 1. Paus Terdampar di Banyuwangi
Sumber : (Antaranews.com)

Fenomena paus terdampar juga terjadi di Australia, lebih tepatnya di pantai barat Tasmania. Insiden ini mengakibatkan 300 paus pilot (Globicephala macrorhynchus) mati dari 500 paus pilot yang terdampar. Fenomena serupa juga terjadi di sisi lain pantai Tasmania, dimana tercatat puluhan paus sperma muda ditemukan mati di pesisir pantai tersebut. Para ilmuwan memperkirakan insiden itu terjadi karena sekelompok paus yang kehilangan arah usai mencari makan terlalu dekat dengan pantai. Kasus semacam ini dapat terjadi ketika pemimpin kelompok merupakan paus yang sudah tua, sakit, atau terluka berenang ke tepi pantai dan paus-paus lain mengikutinya.

Paus terdampar juga ditemukan di wilayah Pantai Lebih, Gianyar. Paus yang terdampar diketahui memiliki luka pada bagian ekor. Penyelamatan sempat dilakukan, namun paus tersebut ditemukan mati terombang-ambing di lokasi yang hanya berjarak puluhan meter dari bibir pantai. Tim dokter dari Flying Vet dan Whale Stranding Indonesia (WSI) melakukan nekropsi untuk mengetahui penyebab pasti mengapa paus tersebut terdampar. Whale Stranding Indonesia (WSI) mencatat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terhitung dari 2015 hingga awal 2021 terdapat 360 kasus mamalia laut terdampar di pesisir Indonesia. Data tersebut sudah termasuk paus yang dietmukan dalam keadaan masih hidup ataupun  sudah mati. Bali menjadi wilayah dengan angka keterdamparan mamalia laut terbanyak di Indonesia.

Penyebab terjadinya paus terdampar salah satunya adalah karena paus mengalami disorientasi atau linglung. Disorientasi ini dapat terjadi karena plankton yang dikonsumsi. telah tercemar polutan, seperti pada fenomena Red Tie. Red Tie merupakan fenomena alam ketika warna air laut berubah menajdi merah kecokelatan dan sangat beracun yang disebabkan peningkatan fitoplankton jenis Pyrrophyta yang berdampak pada kenaikan suhu air laut dan kadar nutrisi di lautan. Menurut Ditjen KP3K (2012), teori penyebab paus terdampar menurut para ahli antara lain sebagai berkut:

  1. Patologis internal: kehadiran parasit dalam organ syaraf atau karena si hewan menelan benda asing seperti plastik, seperti yang terjadi pada seekor paus Bryde di Cairns di tahun 2009 (Aragones et al., 2013)
  2. Gangguan pada sistem navigasi: karena alat buatan manusia misal (Yang et al., 2008) atau alami seperti badai matahari
  3. Badai yang berkekuatan tinggi dapat menyebabkan disorientasi atau kelelahan pada si hewan sehingga mereka terdampar (Evans et al., 2005)
  4. Produktivitas suatu perairan meningkat (akibat kombinasi beberapa faktor seperti pasokan air dingin dan upwelling yang makin sering) sehingga paus dan lumba-lumba mengejar mangsa hingga keperairan dangkal dan terdampar (Evans et al., 2005)
  5. Pengaruh bulan purnama (seperti yang menyebabkan serangkaian kejadian koteklema terdampar di Atlantik Utara
  6. Dekompresi akibat “rapid ascend” (naik kepermukaan secara tiba-tiba) karena terpicu oleh gempa bumi

Menurut Ocean Health Index (OHI) (2021), Indonesia berada di urutan 137 dari 221 negara dengan indeks kesehatan yang buruk. Indonesia mendapatkan skor 65 dari 100, enam poin di bawah rata-rata laut sehat. Indeks ini diukur dari data sepuluh komponen, yakni keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon, perairan bersih, mata pencaharian dan ekonomi, perlindungan pesisir, kepekaan ruang, pariwisata dan rekreasi, penyediaan pangan, perikanan rakyat dan produk alami.

Peningkatan jumlah paus terdampar juga disebabkan oleh aktivitas manusia, antara lain persoalan mengenai sampah dan juga aktivitas bycatch nelayan. Paus yang terjaring oleh jala biasanya akan dipotong ekornya kemudian dilepaskan kembali karena bukan termasuk target tangkapan. Hal ini menyebabkan paus tidak dapat berenang dengan baik di lautan dan akhirnya menyebabkan paus berenang ke tepi pantai. Penemuan sampah plastik dan tali pancing di tubuh paus bukan hanya sekali terjadi. Di perairan Bali, ada 22 biota laut yang masuk dalam kategori dilindungi, empat di antaranya adalah paus: bryde’s whale, curvier’s beaked whale, false killer whale, dan sperm whale. Sayangnya, empat jenis paus ini masuk dalam daftar paus yang pernah terdampar di Bali dalam kurun waktu 2015-2021. Dari 22 kasus paus terdampar di Bali, 11 di antaranya adalah keempat jenis ini.

Menurut laporan dari International Monetary Fund (IMF), rata-rata paus yang berukuran besar mampu menyerap 33 ribu kilogram karbon. Angka ini lebih besar dari daya serap karbon satu pohon dalam setahun. Isu keterdamparan paus adalah isu global dan menjadi perhatian dunia, mengingat paus memiliki peran penting dalam ekosistem. Indonesia menjadi salah satu wilayah yang istimewa. Tercatat ada 36 jenis mamalia laut yang ditemukan di Indonesia, 21 jenis paus, 14 jenis lumba-lumba dan 1 jenis dugong. Jumlah ini hampir mencapai separuh jenis mamalia laut yang ditemukan di dunia. Hal ini menjadi bukti bahwa paus memiliki peran penting dalam kehidupan, namun kini keberadaannya justru makin terancam dengan berbagai kegiatan eksploitatif manusia. Tidak hanya di Bali atau Australia, tapi bisa jadi berawal dari rumah kita sendiri.

 

DAFTAR PUSTAKA

Aragones, L., G. Laule dan B. Espinos. 2013. Marine Mammal Stranding Response Manual (2nd edition): A Guide for the Rescue, Rehabilitation, and Release of Stranded Cetaceans and Dugong in the Philippines, Ocean Adventure and Wildlife in Need Foundation, Subic Bay.

Ditjen KP3K. 2012. Pedoman Penanganan Mamalia Laut Terdampar. Kementerian Jakarta: Kelautan dan Perikanan.

Evans, K., R. Thresher, R. M. Warneke, C. J. A. Bradshaw, M. Pook, D. Thiele, M. A. Hindell. 2005. Periodic variability in cetacean strandings: links to large-scale climate events. Biology Letters. 1(2): 147-150.

Ocean Health Index (OHI). 2022. https://oceanhealthindex.org/. [Diakses pada 28 September 2022].

Whale Stranding Indonesia (WSI). 2022. http://www.whalestrandingindonesia.com/. [Diakses pada 28 September 2022].

Wkhidah, S. N. 2021. Di balik terdamparnya para raksasa segara. https://www.ekuatorial.com/2021/07/di-balik-terdamparnya-para-raksasa-segara/. [Diakses pada 28 September 2022].

Yang, W.-C., Chou, L.-S., Jepson, P. D., R.L. Brownell, J., Cowan, D., Chang, P.-H., Chiou, H.-I., Yao, C.-J., Yamada, T. K., Chiu, J.-T., Wang, P.-J. & Fernandez, A. 2008. Unusual cetacean mortality event in Taiwan, possibly linked to naval activities. Veterinary Record. 162(-): 184-186.