DAMPAK BENCANA BANJIR MENGANCAM KESEHATAN, EKONOMI DAN
KEHIDUPAN SOSIAL


(Sumber foto: Tribunnews.com)
Indonesia memiliki potensi bencana alam yang cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh posisi geografisnya terletak di antara tiga lempeng tektonik dunia, yaitu Lempeng
Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Perubahan musim dan cuaca juga menjadi penyebab dari tingginya risiko bencana di Indonesia. Musim penghujan juga sering menyebabkan banyak kota besar di Indonesia rawan terkena banjir. Fenomena banjir menjadi salah satu bencana yang rutin terjadi setiap tahun di berbagai wilayah di Indonesia (Atmojo et al., 2025). Banjir adalah genangan air yang terjadi di daratan akibat meluapnya air yang disebabkan oleh hujan deras atau aliran air dari daerah yang lebih tinggi. Banjir juga salah satu bencana yang sangat ditakuti oleh masyarakat karena dapat menyebabkan tingginya debit air, menggenangi area luas dalam waktu yang lama, serta membawa sampah yang menghambat kegiatan sehari-hari. Banjir dapat menggenangi area yang biasanya kering seperti lahan pertanian, pemukiman dan pusat kota (Sholihah et al., 2020).

Banjir dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu dari faktor alam dan faktor buatan manusia. Faktor alam yang memicu terjadinya banjir seperti curah hujan yang terjadi diatas normal, pasang naik air laut dan lamanya hujan berlangsung. Faktor buatan manusia yang memicu terjadinya banjir berupa penggunaan lahan yang tidak tepat, pembangunan permukiman pada daerah dataran rendah serta pembuangan sampah di sungai. Kasus seperti ini hampir sebagian besar terjadi di Indonesia, salah satunya terjadi pada Kota Ambon Kec. Sirimau (Lulang et al., 2024).

Kota ambon merupakan salah satu kota terbesar dan provinsi maluku yang menjadi pusat dalam pemerintahan kota serta menjadi pusat dalam pembangunan. Kota Ambon memiliki wilayah berbukit dan berlereng terjal, yang juga memiliki kawasan dengan dataran rendah atau datar. Wilayah pada kota ambon memiliki intensitas hujan di atas 200 mm dari bulan mei hingga agustus 2022 dan terjadi musim panas dengan intensitas hujan dibawah 200 mm dari bulan september hingga april 2023 dengan temperatur 26,6°C (Wattimena & Warlina., 2023). Banjir yang terjadi pada kota ambon adalah fenomena yang terjadi karena faktor alamiah dan buatan manusia, banjir seringkali diiringi dengan air yang banyak dan deras bahkan terkadang meluap dari sungai atau drainase yang tidak mampu menampungnya. Kondisi ini menegaskan bahwa banjir dapat terjadi secara tiba – tiba dengan volume air yang besar yang sangat berdampak bagi lingkungan dan kehidupan manusia (Maliki & Saputra., 2021).

(Sumber: Wattimena & Warlina., 2023)
Berdasarkan Gambar 1. menunjukkan peta tingkat kerawanan banjir pada Kecamatan Sirimau, terlihat bahwa terdapat 5 tingkat kerawanan banjir yaitu tingkat sangat rawan, tingkat rawan, tingkat cukup rawan, tingkat kurang rawan dan tingkat tidak rawan. Persebaran kerawanan dengan tingkat sangat rawan dan rawan tersebar pada daerah pesisir yang merupakan pusat perkotaan dan perekonomian dari kota ambon (Wattimena & Warlina., 2023). Peristiwa banjir ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap berbagai aspek seperti kerusakan lingkungan fisik, sosial dan ekonomi (Lulang et al., 2024).

Dampak banjir sangat berpengaruh bagi kesehatan, ekonomi, lingkungan dan bahkan kerugian material. Dampak pada kesehatan dapat memicu penyebaran penyakit menular seperti diare, demam berdarah, dan leptospirosis. Leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang masuk ke tubuh melalui selaput lendir atau luka terbuka saat kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi. Dampak kesehatan lainnya meliputi ISPA, penyakit
kulit, dan demam tifoid (Christian et al., 2023). Banjir juga dapat menyebabkan kerugian ekonomi besar bagi masyarakat, termasuk kerusakan rumah, bangunan, dan barang berharga. Banjir juga merusak tanaman dan menghambat pertumbuhan, yang berujung pada penurunan hasil panen. Kondisi ini berdampak buruk pada produktivitas petani, menurunkan pendapatan, dan menyulitkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari (Arashi et al., 2024).

Bukan hanya berdampak bagi kesehatan dan ekonomi, banjir juga berdampak bagi
lingkungan. Banjir akan mencemari air tanah, sumber utama air minum, dengan mikroba berbahaya penyebab penyakit seperti kolera, tifus, dan diare. Selain itu, banjir membawa pestisida, patogen, dan bahan kimia beracun dari sektor industri dan pertanian ke sungai, kolam, dan air tanah, sehingga mengurangi kualitas air dan membahayakan kesehatan (Aldardasawi & Eren., 2021). Bencana banjir juga menyebabkan kerugian material, termasuk kerusakan bangunan seperti gedung, kantor, rumah, puskesmas, dan sekolah. Tingkat kerusakan dibagi menjadi tiga yang diantaranya kerusakan ringan (kerusakan kecil pada dinding, lantai, pintu, atau jendela), sedang (kerusakan sebagian komponen struktural dan non-struktural seperti atap dan lantai), dan berat (kerusakan sebagian besar komponen
bangunan) (Putra et al., 2020).

Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan dalam pencegahan dan penanganannya yaitu memahami strategi atau konsep yang terjadi secara efektif dalam menghadapi bencana banjir. Kerugian dampak banjir dapat diminimalisir dengan beberapa cara yakni memperbaiki tata kelola ruang dan meningkatkan infrastruktur seperti melakukan perbaikan struktur aliran sungai untuk mengoptimalisasi aliran air. Membangun sistem drainase juga sangat membantu dalam penanganan banjir. Selain itu, dari sisi sektor lingkungan dan alam, dapat dilakukan dengan merehabilitasi fungsi hutan dan lahan serta menyusun regulasi pengelolaan Daerah Tangkapan Air (DTA) di kawasan permukiman. Hal terpentingnya ialah
upaya-upaya diatas tidak dapat tercapai jika kurangnya kesadaran masyarakat sekitar yang bisa menjadi kontributor terhadap risiko banjir (Arashi et al., 2024).

Kesimpulan:
Banjir sering terjadi di Indonesia, terutama saat musim hujan, dipengaruhi oleh faktor alam dan manusia seperti curah hujan tinggi, penggundulan hutan, dan kerusakan infrastruktur. Masyarakat berperan penting dalam mitigasi banjir dengan menjaga kebersihan lingkungan, saluran drainase, dan berpartisipasi dalam edukasi bencana. Dukungan pemerintah melalui infrastruktur memadai dan kebijakan tepat juga diperlukan. Kolaborasi masyarakat dan pemerintah menjadi kunci utama dalam mengurangi dampak banjir dan meningkatkan ketahanan wilayah.


Referensi:
Aldardasawi, A. F. M., & Eren, B. 2021. Floods and Their Impact on the Environment. International Symposium on Natural Hazards and Disaster Management Sakarya Uygulamalı Bilimler Üniversitesi Sakarya Turkey. DOI: doi.org/10.33793/acperpro.04.02.24
Arashi, F. B., Iskandar, A. L., Sarifah, F., Ramadhan, M. A. R., Daniswara, M. P., &
Rahmadhani, F. 2024. Analisis Dampak Bencana Banjir terhadap Kondisi Sosial
dan Ekonomi pada Masyarakat. Bandar: Journal of Civil Engineering, 6(2), 56-64. Atmojo, T. W., Rohayatin, T., & Sufianto, D. (2025). Collaborative Governance Dalam
Penanggulangan Banjir Sungai Ciliwung Di Jakarta Timur. Jurnal Prinsip: Jurnal
Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan, 1(2).
Christian, K. R., Hendrasarie, N., & Ali, M. 2023. Evaluasi Dampak Banjir Pada
Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Krapyak Kota Pekalongan. Jurnal Kesehatan
Tambusai, 4(2), 1923-1932.
Maliki, R.Z., & Saputra, A. 2021. Pemetaan Bahaya Banjir Di Kecamatan Balon
Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana.
12(1), 13-20.
Putra, I. S. W., Hermawan, F., & Hatmoko, J.U.D. 2020. Penilaian Kerusakan Dan
Kerugian Infrastruktur Publik Akibat Dampak Bencana Banjir Di Kota Semarang.
Jurnal Wahana Teknik Sipil , 25(2), 86-97.
Lulang, R., Leuwol, F. S., & Lasaiba, M. A. 2024. Dampak Banjir Terhadap PenduduK
Di Desa Batu Merah Kecamatan Sirimau Kota Ambon. Jurnal Geografis, Lingkungan dan Kesehatan, 2 (1), 47-53.
Sholihah, Q., Kuncoro, W., Wahyuni, S., Suwandi, S. P., & Feditasari, E. D. 2020. The
analysis of the causes of flood disasters and their impacts in the perspective of environmental law. Journal earth and environmental science. 437 (1), 1-10.
Wattimena, R., & Warlina, L. 2023. Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Banjir Di Kota Ambon Studi Kasus: Kawasan Kota Ambon, Provinsi Maluku. Jurnal Wilayah
Dan Kota, 8(1), 38-42