SINDROM CRI DU CHAT
Sindrom ini adalah salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik dan dapat dialami oleh bayi. Bayi yang lahir dengan sindrom cri du chat umumnya mengalami masalah dalam pertumbuhan dan perkembangan serta mengalami anomali pada beberapa organ. Bayi dengan sindrom cri du chat kehilangan kromosom kelima dalam tubuh mereka. Kelainan genetik ini memengaruhi tenggorokan dan pita suara bayi, menghasilkan tangisan yang melengking dan memiliki nada tinggi, mirip dengan suara kucing. Asal kata cri du chat berasal dari bahasa Prancis yang secara harfiah berarti “suara kucing”. Meskipun sindrom ini cukup jarang ditemukan, tetapi tetap menjadi salah satu sindrom akibat hilangnya kromosom yang paling sering ditemukan (Alodokter, 2024).
Sindrom Cri Du Chat disebabkan karena adanya penghapusan (delesi) lengan pendek kromosom nomor 5 yang sebagian besar terjadi secara de novo atau spontan. Delesi pada kromosom terjadi sebagai peristiwa acak selama pembentukan sel reproduksi pada awal perkembangan embrio. Sekitar 80-90% sindrom ini berasal dari paternal melalui gen resesif atau dominan dari ayah, sindrom Cri Du Chat juga dan dapat muncul karena adanya kerusakan kromosom selama pembentukan gamet. Sindrom Cri Du Chat dianggap sebagai kelainan langka karena insiden ini berkisar 1 dari 15.000 hingga 1 dari 50.000 bayi (Ajitkumar et al., 2022).
Gejala yang ditimbulkan akibat sindrom cri du chat berbeda-beda pada setiap orang. Perbedaan tersebut tergantung dari seberapa besar bagian lengan pendek kromosom 5 (5p) yang mengalami delesi (hilang). Gejala utama yang sering dialami ialah tangisan bernada tinggi seperti suara kucing pada bayi, ukuran kepala lebih kecil dari ukuran normal, bagian atas hidung (jembatan hidung) tampak lebih lebar, terdapat lipatan kulit di sudut dalam mata (lipatan epikantus), ukuran rahang bawah lebih kecil (mikrognatia), pola sidik jari atau garis-garis di telapak tangan berbeda (dermatoglifik), dan retardasi psikomotor. Sindrom cri du chat juga menimbulkan gejala yang cukup mengkhawatirkan pada perkembangan dan kemampuan manusia. Sebagian besar anak mengalami kesulitan berbicara, sebagian lagi bisa belajar berbicara yang sekiranya cukup untuk berkomunikasi. Untuk kemampuan membuat kalimat, beberapa penderita sindrom cri du chat bisa membuat kalimat pendek, sementara lainnya hanya bisa menyebutkan beberapa kata, atau bahkan hanya menggunakan gerakan dan bahasa isyarat (National Human Genome Research Institute, 2017).
Beberapa gejala yang mungkin ditemukan meskipun jarang sekali yaitu kelainan jantung, kelainan saraf/neurologis, gangguan pada organ ginjal, tumbuhnya tonjolan kecil kulit di depan telinga (tag preaurikular), jari-jari tangan atau kaki menyatu, lubang keluarnya air seni pada. laki-laki tidak berada di ujung penis, dan testis tidak turun ke kantong zakar pada bayi laki-laki. Gejala tambahan yang dialami oleh penderita sindrom cri du cat berupa kesulitan makan dan terlambat berjalan. Sebagian bisa mengalami hiperaktif, scoliosis atau disabilitas fisik/mental yang berat. Selain itu, beberapa anak penderita sindrom ini lahir dengan masalah serius pada organ tubuh. Namun, gejala tersebut jarang terjadi. Meskipun memiliki banyak sekali gejala yang cukup serius, namun anak-anak dan orang dewasa penderita sindrom ini umumnya memiliki sifat yang ceria, ramah, dan suka bersosialisasi. Banyak dari mereka dapat hidup hingga usia dewasa dengan kualitas hidup yang baik, tergantung tingkat keparahan gejalanya. (National Human Genome Research Institute, 2017). Sindrom Cri du Chat dapat dideteksi selama kehamilan melalui pemeriksaan prenatal. Pemeriksaan awal menggunakan ultrasonografi (USG) dapat menunjukkan tanda seperti mikrosefali, kelainan bentuk wajah, atau pertumbuhan janin yang terhambat, meskipun tidak spesifik (Fitriyani et al., 2023). Diagnosis pasti dilakukan melalui prosedur invasif seperti amniosentesis dan chorionic villus sampling (CVS), yang diikuti dengan analisis genetik di laboratorium (Masrie & Baringbing, 2020). Karyotyping digunakan untuk melihat kelainan kromosom secara menyeluruh, terutama delesi pada kromosom 5p (Aisyah et al., 2019). Metode tambahan seperti FISH dan array CGH digunakan untuk mendeteksi delesi kecil. Pemeriksaan non-invasif seperti NIPT juga dapat membantu menyaring risiko kelainan kromosom meski tidak secara spesifik menargetkan sindrom ini (Mahama & Suryandari, 2023). Penanganan Sindrom Cri du Chat berfokus pada perawatan jangka panjang dan peningkatan kualitas hidup anak. Bayi menjalani pemeriksaan menyeluruh untuk mendeteksi kelainan pada jantung, ginjal, sistem saraf, penglihatan, dan pendengaran. Penanganan medis disesuaikan dengan kondisi yang ditemukan. Pelatihan dini diberikan melalui terapi wicara, fisioterapi, dan terapi okupasi. Anak mengikuti program pendidikan khusus dan pemantauan kesehatan secara rutin. Orang tua menerima konseling genetik untuk memahami kondisi dan risiko kehamilan berikutnya. Dukungan emosional dan psikososial diperlukan karena perawatan berlangsung seumur hidup dan tidak tersedia pengobatan yang menyembuhkan (Jannah et al., 2022).
Kesimpulan:
Sindrom Cri du Chat adalah kelainan genetik langka akibat hilangnya bagian lengan pendek kromosom nomor 5 (5p) yang terjadi secara spontan saat pembentukan sel reproduksi. Kondisi ini menyebabkan gejala seperti tangisan bernada tinggi mirip suara kucing, ukuran kepala kecil, kelainan bentuk wajah, serta keterlambatan perkembangan fisik dan intelektual. Tingkat keparahan bervariasi tergantung ukuran delesi, dan beberapa penderita juga mengalami kelainan organ seperti jantung, ginjal, atau saraf. Deteksi dini melalui pemeriksaan prenatal dan penanganan berupa terapi jangka panjang, pendidikan khusus, serta dukungan keluarga dapat membantu penderita hidup hingga dewasa dengan kualitas hidup yang baik.
REFERENSI
Aisyah, R., Mahmudah, N., & Risanti, E. D. (2019). Biologi Molekuler. Muhammadiyah
University Press.
Ajitkumar, A., Jamil, R. T., & Mathai, J. K. (2022). Sindrom Cri Du Chat.
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK482460/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl
=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=sge#:~:text=Sindrom%20Cri%2Ddu%2Dchat%20merupak
an,tangisan%20bernada%20tinggi%20dan%20monoton. [Diakses pada tanggal 16 Mei
2025].
Alodokter. (2024). Mengenal Sindrom Cri Du Chat yang Sangat Langka.
https://www.alodokter.com/mengenal-sindrom-cri-du-chat-yang-sangat-langka. [diakses
pada tanggal 17 Mei 2025]
Fitriyani, N. L. L., Lestari, W., Hairat, U., Prastiwi, D., Pangandaheng, T., Serinadi, D. M., &
Daryaswanti, P. I. (2023). Patofisiologi. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Jannah, M., Ilmiyah, S., & Wahyudi, F. S. (2022). Pelaksanaan Terapi Okupasi Pada Siswa
Berkebutuhan Khusus Di SLB Tunas Harapan IV Sumobito Jombang. Change Think
Journal, 1(02), 165-170.
Mahama, C. N., & Suryandari, D. A. (2023). Analisis Polimorfisme Gen dan Aplikasinya
Dalam Klinik. Jurnal Biologi Papua, 15(1), 88-98.
Masrie, M. S., & Baringbing, J. N. (2020). AMNIOSENTESIS: TINJAUAN
MENYELURUH. Damianus Journal of Medicine, 19(2), 161-166.
National Human Genome Research Institute. (2017). About Cri du Chat Syndrome.
https://www.genome.gov/Genetic-Disorders/Cri-du-Chat. [diakses pada tanggal 15 Mei
2025].