PERUBAHAN IKLIM BUMI SEMAKIN MENJADI-JADI

(Sumber foto: kompas.com)
Belakangan ini banyak siaran di televisi mengenai berita bencana alam di Indonesia yang sangat ekstrem, contohnya banjir di Semarang, angin puting beliung di Lombok Tengah, tanah longsor di Lombok Utara, cuaca yang ekstrem di berbagai daerah dan masih banyak bencana alam lainnya. Secara global bencana alam terjadi di berbagai belahan dunia salah satunya badai musim dingin di Amerika Serikat. Lima kematian terkait cuaca ekstrem lainnya terjadi di Kentucky. Sementara di Oregon, tiga orang meninggal dunia akibat tersengat listrik saat tiang listrik jatuh ke arah mereka. Kematian juga dilaporkan di Illinois, Kansas, New Hampshire, New York, Wisconsin, dan negara bagian Washington.
Bencana alam ini terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu sifat alami dari alam atau perilaku manusia yang merusak lingkungannya menjadikan siklus alami alam berubah, salah satunya perubahan iklim dapat menyebabkan timbulnya cuaca ekstrem yang berdampak pada seluruh belahan di bumi ini merasakan kerusakan lingkungan yang signifikan. Dikutip dari website Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto selaku kepala BNPB mengatakan, saat ini perubahan iklim yang terjadi di dunia secara nyata telah meningkatkan potensi kejadian bencana.
“Perubahan iklim terbukti meningkatkan frekuensi kejadian bencana dengan sangat drastis dan lebih ekstrim,” ujar Suharyanto.
“Jika kita melihat data bencana terkait iklim dengan dampak signifikan, di tingkat global khususnya sejak tahun 1961, tren kenaikan anomali suhu rata-rata global berbanding lurus dengan peningkatan frekuensi kejadian bencana. Hal yang sama dengan data bencana di Indonesia, tren kenaikan jumlah kejadian bencana alam dalam mengalami kenaikan hingga 82% jika dilihat dari tahun 2010 hingga 2022. Sehingga, benar adanya bahwa peningkatan anomali suhu rata-rata baik di tingkat global maupun nasional menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian bencana, terutama bencana hidrometeorologi,” tambahnya.
Suharyanto mengungkapkan, dari data yang dihimpun BNPB pada lima bulan di awal tahun 2023 ini, sudah terjadi 1.675 kejadian bencana.

(Sumber foto: istock.com)
Iklim merupakan salah satu komponen dalam ekosistem dan bagian yang tidak terpisahkan dari makhluk hidup, iklim berhubungan erat dengan kondisi rata-rata cuaca di suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu yang panjang (Husairi, 2008). Keadaan iklim pada waktu tertentu sering disebut dengan anomali. Secara umum di dunia ini terdapat empat macam iklim, Secara ilmiah iklim merupakan integrasi pada suatu waktu dari kondisi fisik atmosfer yang menjadi karakteristik keadaan geografis wilayah tertentu. Sedangkan, cuaca merupakan kondisi sementara lingkungan atmosfer pada suatu wilayah tertentu (Putro dkk, 2024).


Perubahan iklim menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 pasal 1 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kondisi dimana berubahnya iklim yang diakibatkan oleh aktivitas manusia secara langsung dan tidak langsung sehingga menyebabkan komposisi atmosfer mengalami perubahan secara global yang dan perubahan variabilitas iklim alamiah dalam periode waktu yang dapat dibandingkan (Kementerian LHK, 2020). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mempublikasikan hasil penelitian para ilmuwan dari berbagai negara. Hasil penelitian itu mencatat, selama tahun 1990-2005 telah terjadi peningkatan suhu di seluruh bagian bumi sebesar 0,15 hingga 0,3°C. IPCC memperkirakan, suhu bumi akan meningkat 1,6°C 4.2°C hingga tahun 2050 atau 2070. Di Indonesia sendiri, menurut perkiraan Global Fluid Dynamic dan Goddart International Space Study (dua lembaga dari Amerika Serikat), temperatur udara akan meningkat 2°C – 4.2°C sampai tahun 2050-2070. Jika peningkatan suhu bumi terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 lapisan es di kutub-kutub bumi dan puncak pegunungan akan habis meleleh. Siklus musim akan berubah drastis, dan dunia akan mengalami krisis air tawar. Rata-rata suhu permukaan bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata suhu ini telah meningkat sebesar 0,6°C (1°F). Para ilmuwan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4°C-5,8°C (2,5°F-10.4°F) pada tahun 2100. Kenalkan suhu ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9-100 cm (4-40 inci), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau
(Sulkan, 2024).


Perubahan iklim dan pemanasan global merupakan kondisi yang menandakan kerusakan tersebut. Pemanasan global sendiri adalah adanya proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Berbagai akibat yang ditimbulkan dari adanya pemanasan global adalah hilangnya gletser, punahnya berbagai jenis hewan dan juga berpengaruh terhadap hasil pertanian (Dinas LH Kab. Buleleng, 2019). Suhu udara di negara tersebut mencapai kisaran 45-50 ℃ (Prihatini, 2022). Di negara Kuwait suhu udara bahkan lebih ekstrem hingga mencapai 63 ℃. Di kota Mosquera negara Kolombia, terjadi pencemaran lingkungan yang sangat parah. Sungai Balsillas penuh dengan busa yang berbau tidak sedap hasil dari pembuangan limbah detergen. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, namun faktanya tingkat kerusakan lingkungan di Indonesia cukup tinggi. Kerusakan lingkungan ini pula yang diduga menjadi salah satu penyebab perubahan iklim di Indonesia seperti urbanisasi, deforestasi, dan industrialisasi ditambah dengan aktivitas alam seperti pergeseran orbit bumi, letusan gunung berapi dan pergeseran kontinen serta El Nino. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) dan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menyebutkan beberapa bukti dan bahaya yang disebabkan adanya perubahan iklim berupa perubahan pola curah hujan, kenaikan suhu udara, meningkatkan permukaan air, dan keadaan cuaca yang semakin ekstrim (Rejekiningrum, 2014).


Dampak–dampak yang ditimbulkan perubahan iklim juga mengarah pada kesehaatan, ekonomi, pertanian, dan kerusakan ekosistem di bumi. Dampak perubahan iklim terhadap kerusakan lingkungan telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 pasal 21 ayat 4 yang menyatakan bahwa, kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter meliputi kenaikan temperatur suhu, kenaikan muka air laut, badai ataupun kekeringan. Sektor pertanian sangat sensitif terkena dampak perubahan iklim karena bertumpu pada siklus air dan cuaca untuk menjaga produktivitasnya. Dampak dari perubahan iklim terhadap sektor pertanian yaitu, tanaman para petani gagal panen dikarenakan cuaca dan suhu bumi yang kurang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan semua tanaman pertanian, dengan demikian ekosistem di bumi juga terkena dampaknya dimana tanaman memiliki peran sebagai produsen. Aspek ekonomi juga mengalami gangguan yang disebakan pasokan bahan pangan dari petani berkurang menjadikan bahan baku makanan dari petani harganaya melonjak. Tingginya harga bahan baku makanan membuat kalangan bawah kurang mampu dalam membeli makanan yang berkualitas, hal seperti ini dapat menurunkan kualitas kesehatan manusia (Harahap dkk, 2024).


Salah satu langkah yang dapat diambil adalah melalui pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan merupakan strategi pengelolaan sumber daya lingkungan dengan tujuan memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pendekatan ini mengharuskan keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa merusak kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa depan. Solusi yang juga harus diperhatikan yaitu pengurangan penggunaan kendaraan bermotor untuk mengurangi emisi gas yang merusak atsmosfer bumi, penanaman pohon kembali, memperhatikan pengelolaan sampah, mengurangi penggunaan plastik, dan juga menjaga lingkungan sekitar.


(Sumber foto: Kompas..com)
Perubahan iklim pasti akan terjadi dan tidak dapat dicegah, namun dapat ditanggulangi supaya tidak terjadi secara cepat. Penanggulangan perubahan iklim membutuhkan kontribusi dari semua pihak di muka bumi ini serta kesadaran setiap individu akan pentingnya menjaga lingkungan sangat berarti untuk kesehatan bumi dari perubahan iklim yang drastic.


REFERENSI
Dinas LH Kab. Buleleng (2019). Pemanasan Global. Dinas Lingkungan Hidup Kab.
Buleleng.https://doi.org/https://dlh.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pemanasanglobal-global-warming-76.

Harahap, L. M., Manurung, Y. I. B., Situngkir, J. B., & Simanungkalit, N. A. (2024). Pengelolaan Risiko Iklim Dalam Sektor Pertanian: Strategi Dan Implementasi. Jurnal Ilmu Manajemen, Bisnis dan Ekonomi (JIMBE), 1(6), 117-126.

Husairi, A. (2008). Iklim Yang Semakin Tidak Menentu. CV Arya Duta.
Kementerian LHK (2020). Rencana Strategis Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim 2020- 2024. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Putro, H., Rosadi, D. I., Pebriananta, R., & Rajib, R. K. (2024). Melangkah Menuju Lingkungan yang Berkelanjutan: Tantangan dan Solusi untuk Masa Depan Bumi. Jurnal Multidisiplin Ilmu Akademik, 1(3), 111-120.

Prihatini, Z. (2022). Gelombang Panas India Pecahkan Rekor, Suhunya Capai Lebih dari 49 Derajat Celsius. Kompas. https://www.kompas.com.

Rejekiningrum, P. (2014). Dampak Perubahan Iklim terhadapSumberdaya Air:
Identifikasi, Simulasi, dan Rencana Aksi. Jurnal Sumberdaya Lahan, 8(1).

Sulkan, M. (2019). Perubahan Iklim. Alprin. Semarang.

Powered by Divisi Litbang