PERKEMBANGAN VAKSIN COVID-19

(Covid-19 Vaccine Progress)

  1. Definisi Vaksin

Pengertian vaksin menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 Tahun 2017 adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang  dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat  lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap  penyakit tertentu. Secara umum, vaksin merupakan produk berisi bakteri atau virus yang sudah dilemahkan dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh seseorang membentuk kekebalan terhadap penyakit tertentu[17].

  1. Jenis Vaksin dan Komponennya

Jenis vaksin dibedakan berdasarkan jenis antigen di dalamnya. Bahan pembuatan vaksin mempengaruhi cara pemakaian, penyimpanan, cara pemberian vaksin. Berdasarkan data WHO, vaksin yang sudah dipakai secara global dibagi dalam 4 jenis, yakni :

  1. Vaksin Hidup yang Dilemahkan (LAV – Live Attenuated Vaccine)

Vaksin ini dibuat dari mikroorganisme patogen (virus, bakteri) hidup yang telah dilemahkan. Mikroorganisme yang dilemahkan akan tumbuh dalam tubuh si penerima vaksin, meskipun berupa mikroorganisme, dia tidak menyebabkan sakit ataupun sakit ringan pada si penerima vaksin. Mikroorganisme hidup akan memberikan rangsangan antigenic terus menerus sehingga memeberi kesempatan untuk diproduksinya sel memori. Contohnya vaksin campak, vaksin demam kuning, dan lain-lain[11].

  1. Vaksin Inaktivasi (antigen mati)

Vaksin ini dibuat dari mikroorganisme (virus, bakteri, dan lainnya) utuh yang dimatikan dengan menggunakan bahan kimia tertentu atau secara fisik. Namun, karena ini vaksin dimana mikroorganismenya diinaktivasi, maka tidak selalu bisa timbul imunitas. Imunitas yang cukup bisa dimunculkan dengan beberapa dosis tertentu. Contohnya IPV (Innactivated Polio Vaccine)[12].

  1. Vaksin Subunit (antigen murni)

Vaksin ini mirip dengan vaksin inaktivasi, namun vaksin ini tidak berisi sel utuh, hanya beberapa komponen patogen. Vaksin ini dapat menimbulkan imunitas, tidak seperti vaksin inaktivasi yang tidak selalu bisa menimbulkan imunitas. Vaksin ini didapatkan dengan harus mengetahui bagian mana dari patogen yang dapat berfungsi sebagai antigen untuk merangsang imunitas dan perlu diteliti secara tepat agar mendapat hasil yang diinginkan. Vaksin ini dibagi menjadi vaksin subunit berbasis protein, vaksin polisakarida, dan vaksin subunit konjugasi. Contohnya Pnemococcus[13].

  1. Vaksin Toksoid (toksin yang diinaktivasi)

Vaksin ini dibuat dari adanya toksin pada bakteri tertentu seperti tetanus atau difteri. Vaksin ini berbasis protein dan tidak berbahaya serta dapat menimbulkan imunitas. Toksoid dalam menimbulkan imunitas dapat ditingkatkan dengan dilekatkan pada garam alumunium atau garam kalsium yang berperan sebagai ajuvan. Vaksin ini stabil dan tidak terpengaruhi terhadap suhu, sinar, maupun kelembaban[14].

Adapun vaksin lain yaitu vaksin kombinasi yang berisi dua atau lebih antigen dalam satu vaksin. Vaksin ini dapat menyederhanakan pemberian vaksin dan pengurangan biaya. Namun, pembuatan vaksin ini perlu diuji secara klinis sebelum diizinkan beredar[15].

Terdapat komponen-komponen tertentu yang harus terkandung dalam vaksin agar hasilnya maksimal, antara lain antigen, stabilizer, ajuvan, antibiotik, dan pengawet[16]. Setiap bahan memiliki fungsinya masing-masing.

  1. Antigen : merupakan komponen yang didapatkan dari organisme penyebab penyakit dan bisa merangsang terbentuknya imunitas
  2. Zat penstabil : sebagai penjamin stabilitas vaksin saat disimpan. Ketidakstabilan vaksin bisa mempengaruhi antigen dan menurunkan infeksi vaksin hidup. Ketidakstabilan dapat dipengaruhi oleh suhu dan pH. Bahan yang biasanya digunakan sebagai zat penstabil yaitu MgCl2 (untuk OPV), MgSO4 (untuk vaksin campak), lactose-sorbitol, dan sorbitol-gelatin.
  3. Ajuvan : digunakan untuk merangsang terbentuknya imunitas agar lebih efektif
  4. Antibiotik : digunakan untuk mencegah adanya kontaminasi bakteri pada kultur sel tempat virus dibiakkan. Biasanya diberikan dalam kadar rendah misalnya pada vaksin MMR diberikan antibiotik neomycin sekitar 25μgr/dosis. Namun penggunaan antibiotik neomycin bisa saja menimbulkan alergi terhadap orang yang alergi terhadap antibiotik ini, maka dalam penggunaannya harus dipantau.
  5. Bahan pengawet : digunakan untuk mencegah tumbuhnya bakteri dan jamur, biasanya ditambahkan dengan kemasan multidosis. Contoh beberapa jenis pengawet yaitu formaldehid dan thiomersal.

 

  1. Cara Kerja Vaksin

Infeksi penyakit oleh berbagai organisme terhadap manusia dapat terjadi dari berbagai media/vektor. Infeksi dari manapun asalnya tentunya akan mendapat perlawanan dari tubuh sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Mekanisme pertahanan tubuh ada yang bersifat spesifik dan non-spesifik. Pertahanan tubuh spesifik misalnya pada penggunaan vaksin. Cara kerja vaksin menggunakan efektor dari agen penginfeksi yang bekerja berlawanan sehingga agen tersebut tidak dapat bertahan hidup, berkembang biak, dan menginfeksi lebih jauh dalam tubuh manusia. Vaksin dibuat dengan memanfaatkan mekanisme infeksi bakteri/virus penyebab penyakit menular secara spesifik. Vaksin yang efektif dapat bekerja dalam dua cara. Cara pertama melalui induksi mekanisme kekebalan dengan mencegah terjadinya infeksi oleh agen. Cara kedua dengan memberikan terapi setelah infeksi terjadi. Pencegahan infeksi virus dilakukan dengan memblokir reaksi agen dengan sel yang akan diinfeksi, sedangkan terapi diarahkan pada pembunuhan sel atau organisme terinfeksi[8].

Salah satu penyakit yang dapat dicegah melalui vaksin adalah Corona Viruses Disease (COVID 19). SARS-CoV-2 memiliki persamaan struktur dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome). Kedua penyakit tersebut disebabkan zoonotic coronavirus dari Genus Betacoronaviruses dalam Family Coronaviridae. Vaksin dapat bekerja terhadap virus jenis ini dengan menyerang bagian spike ataupun nukleotid pada virus. Pada bagian tersebut umumnya antibodi (sel T) menyerang secara alami sebagai bentuk pertahanan tubuh humoral[1]. Berikut ialah ilustrasi cara kerja vaksin.

Gambar 1. Cara kerja vaksin

Sumber : www.immunology.org

Manusia diberi sedikit dari bagian penyakit yang sudah tidak berbahaya seperti virus atau bakteri penyebab penyakit yang sudah dilemahkan. Kemudian tubuh manusia akan membuat antibodi untuk menyerangnya. Jika antigen tersebut masuk kembali ke dalam tubuh, manusia sudah memiliki antibodi yang sesuai sehingga tidak akan terinfeksi lagi[19].

  1. Seputar Covid-19 dan Vaksin

COVID-19 (Coronavirus Disease) disebabkan oleh infeksi 2019-novel Coronavirus (2019-nCoV) atau bisa juga disebut sebagai SARS-CoV-2. Keberadaan virus ini pertama kali dilaporkan di Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Per tanggal 8 Oktober 2020, kasus COVID-19 di seluruh dunia telah mencapai angka 36.391.128 dan menyebabkan 1.060.443 orang meninggal dunia. Penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran virus menjadi lebih cepat dan agresif. Transmisi dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang dikeluarkan saat bersin dan batuk. Gejala umum yang ditimbulkan antara lain demam, batuk (dengan atau tanpa sputum), fatigue, nyeri tenggorokan, dan sakit kepala[9].

Dengan meluasnya persebaran COVID-19, kebutuhan akan pengembangan vaksin menjadi sangat tinggi beberapa bulan terakhir. Berbagai instansi penelitian seperti Moderna, Inovio, Biontech, dan AstraZeneca juga turut andil dalam mengembangkan vaksin. Setidaknya membutuhkan 12 sampai 18 bulan untuk mengembangkan vaksin baru hingga dapat diproduksi massal. Sebelum diproduksi dalam skala besar, sampel vaksin harus melalui 3 fase uji. Fase awal adalah uji coba pra-klinis (preclinical testing). Vaksin dimasukkan pada tubuh hewan uji seperti tikus atau monyet untuk melihat adanya respon imun pada tubuh penerima.  Kemudian pada Fase I (Safety Trials), vaksin diberikan pada sekelompok kecil orang untuk menguji ketepatan dosis, keamanan, serta memastikan bahwa vaksin telah menstimulasi sistem imun. Vaksin yang telah lolos uji fase pertama kemudian berlanjut ke uji Fase II (Expanded Trials) dimana vaksin akan diberikan pada ratusan orang yang dikelompokkan menurut faktor tertentu, contohnya pengelompokan berdasarkan usia. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh vaksin terhadap faktor tersebut. Fase ketiga (Efficacy Trials), vaksin diujikan kembali pada ribuan orang dan melihat seberapa banyak yang terinfeksi apabila dibandingkan dengan sukarelawan yang diberi placebo (jenis obat kosong yang tidak mengandung zat aktif dan tidak memberikan efek apapun terhadap kesehatan). Uji coba ini dapat menentukan apakah vaksin tersebut mampu melindungi terhadap infeksi virus corona. Tahapan berikutnya ialah approval atau persetujuan. Vaksin yang telah lolos uji sebelumnya akan ditinjau oleh pemerintah setiap negara untuk memutuskan vaksin tersebut disetujui atau tidak. Berdasarkan data pada tanggal 7 Oktober 2020, terdapat 29 vaksin yang sedang diuji coba pada fase pertama, 14 vaksin pada fase kedua, 11 vaksin pada fase ketiga, serta 5 vaksin yang telah di approval tetapi untuk pemakaian terbatas[18].

 

  1. Kandidat Vaksin Covid-19

Pengembangan vaksin COVID sudah mulai dilakukan. Vaksin yang dikembangkan terdapat beberapa jenis.Vaksin yang tengah dievaluasi di antaranya asam nukleat (DNA dan RNA), seperti virus partikel, peptida, vektor virus (bereplikasi dan tidak bereplikasi), protein rekombinan, virus hidup yang dilemahkan dan virus yang tidak aktif[6]. Beberapa kandidat vaksin telah dipilih untuk pengujian karena beberapa karakteristik, seperti yang ditampilkan pada gambar 1. Umumnya vaksin tersebut dipilih untuk pengembangan karena kemampuannya dalam menargetkan bagian spike pada virus corona. Bagian ini merupakan bagian yang terbuat dari glikoprotein pada membran virus. Letaknya yang berada di bagian dari luar memiliki potensi untuk dijadikan target vaksin[7]. Vaksin yang telah terpilih diuji oleh beberapa instansi, seperti perusahaan swasta di bidang industri, akademisi, sektor umum, dan organisasi non-profit lainnya.

Gambar 2. Beberapa kandidat vaksin Covid-19

Sumber : Le et al., 2020

 

Gambar 3. Beberapa platform teknologi vaksin Covid-19 serta tahap pengujiannya

Sumber : Le et al., 2020

 

  1. Platform Teknologi Vaksin Covid-19
  2. Vaksin Berbasis DNA Plasmid (INO-4800)

Vaksin ini merupakan salah vaksin yang masih dalam proses digunakan untuk melawan SARS-CoV-2. Vaksin INO 4800 (Inovio Pharmaceuticals) menggunakan urutan kodon protein S yang dioptimalkan dari SARS-CoV-2. Adanya antibodi fungsional dan respon sel T dalam uji praklinis menyarankan bahwa vaksin ini dapat menghasilkan respon imun yang efektif dalam 7 hari pasca vaksinasi. Uji klinis tahap I diperkirakan paling lambat bulan Juli, yang mana para peserta menerima 1,0 mg INO-4800 melalui elektroporasi menggunakan CELLECTRA 2000, perangkat per dosis. Uji coba tersebut bertujuan untuk mengevaluasi imunologi, keamanan, dan tolerabilitas kandidat vaksin pada intradermal injeksi dan elektroporasi pada manusia dewasa yang sehat. Uji pra-klinis mengukapkan induksi antigen respon sel T spesifik dan fungsional nAb, sehingga menghambat protein S untuk mengikat reseptor ACE2[4].

Vaksin INO-4800 merupakan satu-satunya vaksin yang berbasis asam nukleat yang dapat stabil meskipun pada suhu kamar selama lebih dari satu tahun, tidak perlu dibekukan dalam penyimpanan. Vaksin INO-4800 merupakan vaksin yang dirancang oleh platform pengobatan DNA milik INOVIO yang sudah berpengalaman mengenai coronavirus dan merupakan perusahaan yang membuat vaksin fase 2 untuk jenis coronavirus lain yaitu MERS[3].

  1. Vaksin Berbasis Adenovirus Tipe 5 (Ad5-nCoV)

Ad5-nCoV merupakan vaksin hasil pengembangan CanSino Biologicals Inc. yang bekerja dengan cara merekombinasi vaksin menggunakan vektor Adenovirus. Vaksin dikembangkan dari vektor Adenovirus untuk penyakit Ebola yang sedang diuji Fase 2. Pengujian Fase 1 dilakukan pada 108 relawan, kemudian dilanjutkan Fase 2 dengan 500 relawan untuk mengevaluasi keamanan dan imunogenitas[5]. Vaksin Ad5-nCoV diuji pada fase kedua sejak bulan Agustus.

Vaksin Ad5-nCoV dipilih karena kandungan zat defektif replikasi tipe 5. Zat tersebut merupakan vektor yang mengekspresikan protein S (spike) pada SARS-CoV-2. Pengujian fase 1 terhadap vaksin Ad5-nCoV dilakukan selama 28 hari dengan melihat toleransi dan imunogenitas terhadap respon humoral untuk menyerang SARS-CoV-2. Respon seluler tercatat dari hari ke 14 tanpa mengetahui respon antibodi (sel T atau sel B). Penelitian menggunakan variasi dosis rendah dan sedang. Pengujian imunogenitas dilakukan pada hari ke-0, 14, 28, serta bulan ke-6. Tantangan penggunaan vaksin Ad5-nCoV terdapat pada vektor Ad5. Ad5 memiliki sifat yang disebut Ad5 set-back. Hal ini dikarenakan Adenovirus merupakan virus yang umum menginfeksi banyak orang dan menyebabkan demam. Imunitas alami yang dimiliki tubuh terhadap Ad5 melalui respon seluler tentunya dapat menghalangi vaksin bekerja. Dugaan ini belum dilaporkan pada pengujian fase 1 tentang respon sel T. Beberapa percobaan Ad5-nCoV juga sudah dilakukan dengan kombinasi prime-boost regimen untuk mencegah Ad5 set-back[2].

  1. Vaksin Berbasis mRNA (mRNA-1273)

SARS-CoV-2 termasuk dalam subfamili Coronaviridae yang memiliki struktur genomik (+)ss-RNA dengan panjang 30kb yang juga mencakup struktur 5’-cap dan 3’-poly-A tail. Sebagai virus dengan struktur (+)ss-RNA, SARS-CoV-2 dapat melakukan self-amplifying yang menyebabkan terjadinya replikasi RNA secara ekstrem di sitosol. Hal inilah yang mendukung pengembangan vaksin berbasis mRNA[10].

Salah satu vaksin berbasis mRNA yang saat ini tengah dikembangkan ialah mRNA-1273. mRNA-1273 dilapisi oleh Lipid Nano Particles (LNPs) dan ditargetkan kepada protein Spike (S) dari Covid-19. Pengembangan vaksin ini dipelopori oleh Moderna dan Vaccine Research Center (VRC) mulai tanggal 16 Maret 2020. Vaksin berbasis mRNA mampu menginduksi aktivitas limfosit B dan limfosit T cytotoxicity. Mulanya, vaksin menggunakan sekuens mRNA dari protein target yang digabungkan secara in vitro. Kemudian untai mRNA protein target rekombinan dibawa oleh Lipid Nano Particles (LNPs) dan diinjeksikan ke dalam tubuh. Setelah memasuki somatik sitoplasma, untai mRNA bertranslasi dan mengkode protein target. Protein target dilepaskan dari sel inang dan ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APCs) untuk diproses heterologous protein-nya. MHC (Major Histocompatibility Complex) I dan MHC II mulai menempel di permukaan APCs. MHC inilah yang bertugas untuk mempresentasikan antigen di permukaan membran sel sehingga dapat dikenali oleh TCR (T-Cell Reseptor). Tahap ini sangat penting untuk aktivasi selanjutnya dari sel B dan sel T serta menjadi kunci untuk respon imun humoral dan cytotoxic. Skema vaksin berbasis mRNA dalam mengaktifkan respon imun dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Skema Vaksin Berbasis mRNA yang Ditargetkan pada Protein Spike SARS-CoV-2

Sumber : Wang et al.,2020

                        Terdapat empat keunggulan dalam penggunaan vaksin berbasis mRNA. Pertama, vaksin berbasis mRNA meminimalisir resiko terjadinya infeksi dan mutagenesis karena degradasi mRNA di lingkungan seluler. Kedua, efetivitasnya dalam meningkatkan respon imun terbilang tinggi karena mRNA yang telah termodifikasi memiliki stabilitas dan kemampuan translasi yang baik. Ketiga, vaksin berbasis mRNA mampu menetralisir immunoglobulin meskipun diberikan dalam dosis rendah. Keempat, dapat diproduksi dengan cepat untuk kepentingan massal. Keseluruhan faktor ini menjadikan vaksin berbasis mRNA cocok dijadikan respon cepat dalam situasi pandemi[10].

 

REFERENSI

[1]Ahmed, S. F., A. A. Quadeer, M. R. McKay. 2020. Preliminary Identification of Potential Vaccine Targets for The Covid-19 Coronavirus (SARS-CoV-2) Based on SARS-CoV Immunological Studies. Viruses 12 : 254-269.

 

[2]Alturki, S.O., S.O. Alturki, J. Connors, G. Cusimano, M.A. Kutzler, A.M. Izmirly, E.K. Haddad. 2020. The 2020 Pandemic : Current SARS-CoV-2 Vaccine Development. Front Immunol 11.

 

[3]INOVIO. 2020. INOVIO Announnces Positive Interm Phase 1 Data For INO-4800 Vaccine for COVID-19. News Release. 1-6. 6/30/2020.

 

[4]Kaur, S. P. dan Gupta, V. 2020. COVID-19 Vaccine: A Comprehensive Status Report. Virus Research. 288  : 1-12.

 

[5]Khuroo, M.S., M. Khuroo, M.S. Khuroo, A.A. Sofi, N.S. Khuroo. 2020. Covid-19 Vaccines : A Race Against Time in The Middle of Death and Deavastation. Preprint : 1-28.

 

[6]Le, Tung Thanh, Z. Andreadakis, A. Kumar, R. G. Roman, S. Tollefsen, M. Saville, S. Mayhew. 2020. From The Analyst’s Couch : The Covid-19 Vaccine Development Landscape. Nature Reviews : Drug Discovery 19 : 305-306

 

[7]Liu, C., Q. Zhou, Y. Li, L.V. Garner, S. P. Watkins, L. J. Carter, J. Smoot, A.C. Gregg, A.D. Daniels, S. Jervey, D. Albaiu. 2020. Research and Development on Therapeutic Agents and Vaccines for Covid-19 and Related Human Coronavirus Disease. ACS Central Science 6 : 315-331.

 

[8]Sell, S. 2019. How Vaccines Work : Immune Effector Mechanisms and Designer Vaccines. Expert Review of Vaccines.

 

[9]Susilo, Aditya. C. Martin Rumende, Ceva W Pitoyo, Widayat Djoko Santoso, Mira Yulianti,
Herikurniawan, Robert Sinto, Gurmeet Singh, Leonard Nainggolan, Erni J Nelwan, Lie Khie
Chen, Alvina Widhani, Edwin Wijaya, Bramantya Wicaksana, Maradewi Maksum, Firda Annisa, Chyntia OM Jasirwan, & Evy Yunihastuti. 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Vol.7(1) : 45-67.

 

[10]Wang, F., Richard M. K., dan George B. S. 2020. An Evidence Based Perspective on mRNA SARS-CoV-2 Vaccine Development. Medical Science Monitor. Vol.26 : 1-8.

 

[11]https://in.vaccine-safety-training.org/live-attenuated-vaccines.html. [Diakses pada 28 September 2020].

 

[12]https://in.vaccine-safety-training.org/inactivated-whole-cell-vaccines.html. [Diakses pada 28 September 2020].

 

[13]https://in.vaccine-safety-training.org/subunit-vaccines.html. [Diakses pada 28 September 2020].

 

[14]https://in.vaccine-safety-training.org/toxoid-vaccines.html. [Diakses pada 28 September 2020].

 

[15]https://in.vaccine-safety-training.org/combinatio-vaccines.html. [Diakses pada 28 September 2020].

 

[16]https://in.vaccine-safety-training.org/vaccine-components.html [Diakses pada 28 September 2020]

 

[17]http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._12_ttg_Penyelenggaraan_Imunisasi_.pdf [Diakses pada 28 September 2020]

 

[18]www.nytimes.com/interactive/2020/science/coronavirus-vaccine-tracker.html [Diakses pada 7 Oktober 2020]

 

[19]www.immunology.org